Kalian pernah mendengar istilah
bahwa “tempat persembunyian yang paling aman dari musuh adalah berada didekat
musuh?”. Mungkin inilah strategi yang dilakukan para pendiri bangsa ketika
hendak “melindungi diri” dari pencarian dan kecurigaan pihak Jepang yaitu
dengan cara bersembunyi di rumah dinas kediaman Laksamana Maeda Jl. Imam
Bonjol no. 1. Laksamana Maeda adalah seorang perwira tinggi/pejabat militer
Jepang sehingga
kediamannya adalah tempat yang paling aman, ketika Soekarno dan Hatta
diantarkan kerumahnya disana sudah berkumpul banyak tokoh nasionalis bersiap untuk
merumuskan teks Proklamasi. Laksamana Maeda yang meskipun seorang Jepang namun
rasa simpatinya terhadap perjuangan bangsa ini demi mencapai kemerdekaan
membuktikan bahwa rasa kemanusiaan dan kasih sayang itu bisa menembus dari pada
perbedaan suku, agama dan bangsa.
Perumusan teks proklamasi yang di lakukan diruang makan, tempat
berkumpulnya para tokoh dari berbagai golonganbaik tua maupun muda, sehingga setiap
untaian kata dalam teks proklamasi merupakan hasil “sumbangan pemikiran” dari para
tokoh penting bangsa indonesia, seperti
ketika Soekarno menuliskan kata “Proklamasi” lalu beliau bertanya apalagi
kalimat yang harus ditambahkan untuk pembuka maka Ahmad Soebardjo menambahkan
kalimat “ kami bangsa indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”, Moh. Hatta menambahkan kalimat “ Hal-hal yang mengenai pemidahan kekuasaan
dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang
sesingkat-singkatnya” dan terakhir
Soekarno membubuhkan tulisan “ Jakarta,
17-8-’05 wakil-wakil bangsa Indonesia” (tahun 05 merupakan sistem
penanggalan dan tahun Jepang), setelah draf Proklamasi selesai dibuat kemudian
mereka berunding siapa yang akan menandatangani naskah Teks Proklamasi
tersebut, pada awalnya usulan bahwa semua yang hadir disana harus membubuhkan
tanda tangannya, namun ditolak lalu tercetuslah ide dari Sukarni bahwa cukuplah
Soekarno dan Moh. Hatta yang menandatangani sebagai perwakilah dari bangsa
Indonesia, maka sesuai dengan usulan dari Sukarni kalimat “ Wakil-wakil bangsa Indonesia” kemudian
diganti menjadi “Atas Nama Bangsa
Indonesia”. Setelah semuanya
menyepakati kemudian draf tersebut diserahkan kepada Sayute melik untuk diketik.
Tepat pukul 04.00 dini hari
tanggal 17 agustus 1945 teks proklamasi berhasil dirumuskan, disepakati dan
diketik, setelah dilakukan pengetikan Sayuti Melik kemudian membuang rumusan
teks proklamasi tulisan tangan asli Soekarno karena dianggap sudah tidak diperlukan
lagi, namun dengan insting wartawannya yang tajam, BM.Diah kemudian memungut
kembali draf yang dibuang tersebut karena ia menyadari bahwa draf tulisan
tangan tersebut suatu saat akan sangat berguna sebagai bukti otentik sejarah
perjalanan awal bangsa Indonesia, bersyukurlah karena berkat insting dari
BM.Diah hingga sekarang kita masih dapat melihat dan menyaksikan draf asli teks
Proklamasi tulisan tangan Soekarno.
Waktu menunjukkan pukul 05.00
para pemuda sibuk melakukan berbagai persiapan terkait proklamasi kemerdekaan
yang rencananya akan dilaksanakan pukul 10,00 pagi, sementara Soekarno
istirahat sejenak setelah beberapa hari menjalani hari-hari yang berat dan
melelahkan, dan ternyata pada saat itu Soekarno
tengah menderita malaria, namun demi kemedekaan bangsa indonesia beliau
bersedia tetap menjalankan peran pentingnya, hingga pukul 08.00 pagi Soekarno
masih benar-benar sakit hingga belum bisa bangun drai tempat tidur. begitu
cepat dan mendadaknya pelaksanaan Proklamasi kemerdekaan sehingga peralatan
yang disediakan benar-benar sederhana dan apa adanya, seperti bendera merah putih
yang dijahit oleh isteri Soekarno yaitu ibu Fatmawati, kain putihnya hanya berasal
dari sprei dan kain merah adalah kain yang diminta dari seorang penjual soto
yang biasa mangkal disana, sedang bambu seperti bambu jemuran digunakan sebagai
tiang bendera oleh S. Suhud, dan
sesegera mungkin juga para pemuda lainnya membantu penyebaran berita terkait
Proklamasi seperti melalui radio, pamplet, pengeras suara dan mobil-mobil
dikerahkan ke penjuru kota...