Bapak...
Mungkin kau takkan pernah membaca tulisan ini atau mungkin juga bisa saja kau dapat membacanya suatu hari, entah siapa yang akan menunjukkannya padamu namun...apa yang ku tulis disini adalah perasaan paling murni yang saya miliki kepada manusia yang "berlebel" Laki-laki. Salah satu hal yang paling saya syukuri di dunia ini adalah karena saya dapat terlahir dari air yang berasal dari tulang sumsummu yang kemudian kau titipkan didalam rahim kokoh ibu...hingga dengannya jika suatu hari nanti saya mati maka namamu-lah yang akan tertulis di belakang namaku...(Nanin Maryani Binti Yayat Hidayat)...dan ketika suatu hari nanti Allah memanggil satu persatu nama seluruh umat manusia di Alam Kebangkitan, tetap namamu-lah yang akan tercantum di belakang namaku... dan namamu-lah tertulis diatas kitab Laufulmahfuz jauh sebelum kelahirankku terjadi...Sebelum, Sekarang dan Nanti...tetaplah namamu yang tertulis dibelakang namaku...
Banggakah kau dengan tertulisnya namamu di belakang namaku?? hanya kau yang bisa menjawabnya...namun yang ingin saya ungkapkan adalah bahwa betapa bangganya saya karena namamu-lah yang tertulis di belakang namaku, alasannya mudah...karena kau adalah Ayah terbaik didunia...dan diluar itu...Kau pula laki-laki paling baik yang pernah ada. Bukan tanpa alasan bahwa setiap anak memandang ayahnya adalah ayah paling baik didunia, akupun begitu, ada banyak alasan yang tak bisa dituturkan satu persatu karena ikatan Psikologis antara orang tua-anak hanya dapat dirasakan bagi mereka yang menyadari perasaan itu, karena tak jarang ada orang tua yang menyia-nyiakan anaknya ataupun anak yang menyia-nyiakan orang tuanya...(Naudzubillah)
Sewaktu kecil dulu, mungkin tak banyak kebersamaan yang kita lewati karena bapak sekali sibuk dengan urusan dinasnya diluar kota... namun hingga kapanpun juga takkan saya lupa ketika dihari ulang tahun yang ke 6 kau membawa kami (saya dan kakak kembaran) berjalan-jalan ke sebuah tempat indah yang kini hanya bisa hadir dalam mimpi...tempat itu begitu hijau, sejuk dan dipagi hari yang berkabut...
Bapak adalah sosok yang tak banyak bicara pada anak-anaknya, tak banyak mengeluh, tak banyak menyuruh dan tak banyak menggurui..., terkadang saya merasa iri melihat bapak yang bisa tertawa terbahak dan bercakap akrab dengan orang lain dibandingkan dengan ku, namun itulah kemudian yang menjadi kunci bagaimana kemudian kami menjadi lebih "taat" pada bapak dibanding pada mamah. Sedari kecil ketika kami melakukan kesalahan maka bapak tak pernah langsung memarahi kami, dia akan mengingatkan kami melalui mamah, tak tega (mungkin). Bapak yang memang dibesarkan dikeluarga yang taat agama maka diwariskan pula nuansa itu pada anak-anaknya, hingga mimpinya adalah salah satu diantara kami ada yang mahir dalam melakukan Qiro'ah, namun sayang saya tidak dapat mewujudkan mimpinya itu..., mimpi bapak pula ingin mendapatkan keturunan laki-laki, hingga adik bungsu kami terlahir ternyata perempuan juga..., akh...mungkin sebenarnya ada banyak mimpi bapak yang belum dapat kami terjemahkan...namun dari semua mimpinya untuk kami hanya satu yang paling penting yaitu kami bahagia dunia akhirat.
Belakangan ini ketika saya telah dewasa, saya baru menyadari satu hal, bahwa bapak ternyata mudah sekali terenyuh..., pantas saja tak jarang bapak berpura-pura tampak antusias ketika melihat pedagang yang terlihat sepi sama sekali tanpa pembeli, atau melihat orang tua renta berdagang susah payah menjajakan dagangannya atau pedagang yang menawarkan barang dagangannya ke rumah dan bercerita bahwa dia telah berjalan sangat jauh namun tak kunjung mendapatkan hasil....maka bapak akan membeli barang itu (bahkan memborong) meskipun sebenarnya bapak tak membutuhkannya, dan kemudian ia bagikan itu pada tetangga, teman atau siapa saja yang membutuhkan. Hal inilah yang sering kali di protes mamah..yah maklum namanya juga perempuan yang lebih berfikir efesiensi dan skala prioritas... atau tak jarang pula bapak memberikan pekerjaan apapun itu pada mereka yang sangat membutuhkan pekerjaan...ya meskipun bukan sebuah pekerjaan yang bagus hanya seperti meminta membersihkan halaman, atau membetulkan letak genteng yang bocor apapun itu, namun setelahnya bapak memberikan "tanda terima kasih" untuk sekedar membuat dapur mengepul barang 2 atau 3 hari...dan tak jarang pula hal ini diprotes oleh ibuku...(sekali lagi saya memakluminya).
Baru pula ketika saya mengutarakan keinginan untuk menikah di tengah-tengah masa skripsi, bapak menjadi tampak risau dan cemas atas nasib putrinya ini, sehingga akhirnya keluarlah kata-kata yang mungkin mengganjal fikirannya selama itu "Kenali dulu apa dia laki-laki yang baik..." dan yang kemudian terdengar ditelingaku adalah.."Bapak takut kamu tidak bahagia, bapak takut kamu disakiti.., bapak takut dia bukan laki-laki yang baik,..." dan segala hal yang membuatnya cemas yaitu "Kebahagiaanku". Dan apa yang bisa saya ucapkan untuk menghapus air matanya ketika lelaki itu datang melamarku dan dengan deraian air mata ia merestuiku menikah, dan bagaimana saya tak turut mengis ketika suara loadspeaker begitu jelas memperdengarkan tangisan ayah dalam rangkaian ijab-kobul?? Akh...Bapak, begitu lembutnya ternyata hati mu...selama ini kau lebih sering terlihat menangis karena kecemasanmu akan kebahagiaan kami anak-anak mu...., mungkin jika saya dapat gambarkan dalam sebuah kalimat maka bapak akan berhenti menangis jika ia mendapat jaminan dari sang Khalik bahwa kami semua akan baik-baik saja, kami semua akan bahagia selamanya dan kami semua tak akan sakit sedikitpun selamanya...
Entah malaikat apa yang membisikkan angin kabar padaku ketika tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang terjadi padamu. dan benar saja...di tanah perantuan ini, di tempat yang jauh darimu, saya kemudian tahu ketika tiba-tiba ingin menelepon mamah dan menanyakan kabarmu dan ternyata bapak terkena Serangan Jantung..., perjalanan jauh dari daerah paling ujung barat pulau Jawa hingga kota kembang saya tempuh, tiba pada tengah malam yang gelap dan sunyi, sedih harus melihatmu terbaring lemah dengan banyak selang ditubuh, ku sentuh lembut tanganmu menahan tangis yang serasa mencekik leher..."Pak..terasa sakitkah??" Yah hanya sebait kalimat sederhana itu yang mampu saya ucapkan... dan ternyata bapak malah berkata "Li.., kok bekas cacarnya masih jelas...??" tanyanya lemah pada suami (yang memang baru saja sembuh dari cacar). Hmm...Ya Allah kenapa bapak masih memusingkan "bekas cacar" dibanding kondisinya yang tidak dapat dikatakan baik. Meskipun hari-hari yang "menyakitkan" itu terlalui, kini setelah bapak kembali sehat namun semenjak hari itu juga semua tidak sebaik sebelumnya, bapak harus lebih berhati-hati, kini dia menjadi lebih rentan, dan ia harus tetap bergelut dengan kesibukkannya bekerja..., sayang saya tidak bisa selalu bersamanya, hanya doa seorang anak yang ku kirim kepada Allah untuk kesehatan dan kebahagiaanya, selalu ku lantunkan disetiap doa-doa ba'da shalatku...sepertia dia yang tak henti-hentinya selalu mendoakan kami anak-anaknya.
Rencana tetaplah rencana, saya hanya manusia dan Allah kembalilah yang memutuskan..."Ya Allah... sempatkanlah untukku sebuah waktu disuatu hari nanti Bapak dan Mamah kurawat dan ku jaga dengan kedua tangan ku..., seperti ketika mereka merawat dan mengasihi saya di waktu kecil dulu..." meski bukan materi berlimpah yang dapat ku berikan atau harapan-harapan membanggakan yang mungkin tersimpan jauh dilubuh hati bapak dan mamah, namun saya selalu ingin menunjukkan bahwa betapa saya ingin membahagiakan mereka, betapa saya menyayangi dan betapa saya mencintai mereka dan betapa bangganya saya bahwa suatu hari, apa yang akan tertulis diatas batu niasanku dan nama yang akan diucapkan Allah untuk membangkitkanku dialam barzah nanti akan ada nama mu yang tersemat dibelakang namaku..."Nanin Maryani Binti Yayat Hidayat"
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ
وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا.
“Alloohummaghfirlii
waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa”.
Artinya :
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku,
sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.
Kamis, 12 Desember 2013 (121213)